Islam dan Kebhinekaan: Meraih Kemajuan di Masa Depan (3)
Ditulis pada: Februari 08, 2022
(Sumber Gambar: Fitrah) |
Di antara ayat-ayat Al-Qur'an yang mengacu pada eksistensi perbedaan, kesemuanya memberikan sinyal dan arahan kepada umat manusia sebagai individu maupun kelompok bahwa apabila kenyataan nya berbeda, perbedaan yang alami dan bersifat turun temurun, maka perbedaan itu harus diterima. Melalui diskusi Sunatullah tersebut, Al-Qur'an memberikan tuntunan yang dalam implementasinya membuktikan bahwa semakin banyak individu maupun kelompok dapat menerima perbedaan dan menyikapinya dengan kecerdasan, menunjukkan semakin luas zona jangkauan pengembangan (width)dan semakin dalam zona integritas religinya (depth) dalam membangun peradaban kemanusiaan. Melalui diskusi tersebut pula, manusia dibimbing untuk mengelola perbedaan, mengelola tidak hanya untuk relasi antar manusia secara horizontal melainkan juga relasi vertikal sebagai bentuk ketaatan dan ketakwaan manusia pada amanat pencipta nya. Pada titik ini, toleransi menjadi indikator perilaku yang islami,(Dr.Alwi Shihab, hlm 4-5).
Firman Allah dalam Al-Qur'an surah Yunus [10] ayat 99: mengisyaratkan kembali keniscayaan perbedaan dan anjuran untuk menerima nya sebagai ketetapan ilahi. Artinya: "Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah dapat beriman semua manusia yang dimuka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya?".
Dalam Al-Qur'an surah HUD ayat 118 Allah berfirman: "Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat". Al-Qur'an lebih jauh mengajarkan kepada kita bagaimana mengelola perbedaan perbedaan dengan baik. Pengelolaan perbedaan inilah yang melahirkan toleransi. Toleransi berarti kita saling mentolerir dan menerima pandangan pihak lain. Walaupun kita tidak meyakini pihak lain benar, tapi kita harus tetap berinteraksi dengan baik. Kita tidak menggunakan cara-cara yang bisa menimbulkan perselisihan atau kegaduhan di dunia ini.
Jadi Tuhan menciptakan manusia tidak untuk satu karakteristik melainkan beragam baik secara fisik maupun sosial, budaya, bahkan agama. Kalau Tuhan mengehendaki, tuhan dapat menciptakan manusia monolitik atau satu ragam, namun Tuhan tidak mengehendaki melalui Firman-nya berikut. Artinya: "Tetapi Allah hendak menguji kalian terhadap pemberian nya kepadamu". Dengan kata lain, muslim diberi kitab suci Alquran, Yahudi diberi taurat, Kristen diberi Injil, dan selanjutnya dengan agama agama lain. Tuhan bertujuan untuk menguji tiap kelompok, bagaimana komitmen masing-masing terhadap agamanya. Tidak salah jika setiap kelompok merasa yang paling benar. Yang diperlukan adalah saling mengerti, saling memahami, dan saling menghargai dalam berinteraksi agar berkembang sikap toleransi,(Dr. Alwi Shihab, hlm 11-12).
Tantangan Kebhinekaan Indonesia
Indonesia merupakan negara dengan tingkat keberagaman yang sangat tinggi. Kebhinekaan tersebut kadang mendapatkan tantangan dari kelompok kelompok yang menginginkan Indonesia menjadi negara Islam. Namun, keinginan tersebut tidak pernah diterima sambutan bulat dari rakyat Indonesia. Tidak adanya sambutan tersebut karena dalam kenyataannya, Indonesia di bangun bersama baik oleh tokoh-tokoh Islam maupun tokoh tokoh non muslim.
Sebagaimana penduduk mayoritas beragama Islam, tokoh-tokoh pendiri bangsaku. Mayoritas mereka beragama Islam. Namun, sejarah mencatat bahwa tokoh-tokoh non-muslim pun juga berkontribusi dalam memperjuangkan berdirinya Negara Republik Indonesia. Oleh karena itu, Apabila kita masih berkeinginan untuk menjadikan Indonesia menjadi negara Islam, kita telah melupakan sejarah pengorbanan dan peranan dari tokoh tokoh non muslim yang juga berkontribusi terhadap berdiri nya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah telah mengingatkan bahwa tidak ada suatu negara bangsa yang menganut radikalisme itu yang berhasil, yang berhasil itu justru jika agama dijalankan secara bijak, tabla fanatisme yang berlebihan.(hlm 50).
Menjadi sebuah kenyataan bahwa Indonesia memiliki sejarah panjang kehidupan keagamaan yang turun dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Seperti diketahui, Islam bukanlah agama pertama yang masuk dan berkembang subur di wilayah ini. Hinduisme dan budhisme tumbuh lebih dulu seiring dengan berdirinya kerajaan kerajaan awal di negeri ini. Setelah tumbuh dan berkembang sekitar satu milenium, dominasi Hindu Budha digeser oleh dominasi Islam yang tumbuh dengan damai di sebagian besar wilayah sebagai hasil penyebaran yang mengutamakan kedamaian dan toleransi melalui media adaptasi dengan budaya lokal. Dengan sejarah panjang tersebut, kebudayaan Indonesia menjadi sangat majemuk dan kaya dengan keragaman termasuk agama dan kepercayaan yang dianut penduduk nya. Pada titik ini, pemeliharaan kerukunan dan toleransi menjadi penting bagi persatuan dan kesatuan bangsa.(hlm 51).
Toleransi merupakan tameng kekuatan dalam melawan potensi konflik horizontal keberagaman keagamaan. Bahwa Tuhan menciptakan umat-nya menjadi berbeda beda baik sebagai individu maupun kelompok merupakan kenyataan normatif. Namun, seringkali kenyataan tersebut digangguboleh keegoan kelompok atau individu yang menganggap diri sebagai pemeluk agama yang taat. Justru mereka yang mengatasnamakan pemeluk agama yang taat yang sering menolak kenyataan keragaman, dan sebaliknya beranggapan bahwa hanya diri dan kelompoknya yang paling betul di hadapan Tuhan. Berhadapan dengan kondisi tersebut, diperlukan kejernihan berpikir dan penguatan diri baik secara individu maupun kelompok bahwa ntoleransi merupakan jalan yang diamanatkan dalam Islam.(Dr. Alwi Shihab, hlm 59-50).
Kekuatan toleransi terdapat pada optimisme kedamaian dimana pun individu dan kelompok berada. Sebaliknya, absennya toleransi dalam kehidupan menandakan kebangkrutan kedamaian dan memicu konflik.
Dalam konteks Indonesia, mengelola keragaman tidaklah sulit karena telah memiliki wadah ideologi yang sangat kuat, yaitu Pancasila. Dalam rangka menegakkan ideologi Pancasila dan kebhinekaan Indonesia, berbagai langkah perlu dilakukan dalam rangka menghadapi berbagai tantangan terutama kemunculan radikalisme keagamaan. Pertama, meluruskan pemahaman yang keliru tentang ajaran agama. Kedua, mengenalkan dialog dimana umat beragama mempersiapkan diri untuk melakukan diskusi dengan umat agama lain yang berbeda pandangan tentang kenyataan hidup.
Perlu digarisbawahi bahwa pelaku dialog harus bersikap dan berperilaku toleran dan berowndangan pluralis karena dialog antaragama bertujuan untuk mencapai saling pengertian dan respek. Karena toleransi pada dasarnya adalah upaya untuk menahan diri agar potensi konflik dapat ditekan. Selanjutnya kita semua harus menyadari bahwa nasib semua agama saling kait mengait dan bahwa Allah membiarkan semua agama hidup dan menjadi jalan penyelematan bagi jutaan umat manusia.