Skip to main content

Memahami Islam, Melindungi Kemanusiaan (1)

 

(Sumber Gambar: Fitrah)

KULIAHALISLAM.COM - Setiap manusia dilahirkan dalam kesucian. Kesucian asal itu bersemayam dalam hati nurani, yang mendorongnya untuk senantiasa mencari, berpihak dan berbuat baik dan benar. Agama menyatakan bahwa manusia setiap pribadi mempunyai potensi benar.

Maka, untuk hidupnya manusia dibekali dengan akal pikiran, kemudian agama, dan terbebani kewajiban terus-menerus mencari dan memilih jalan hidup yang lurus, benar dan baik. Disini menurut agama, manusia adalah makhluk etis dan moral, dalam arti bahwa perbuatan baik buruknya harus dapat dipertanggungjawabkan, baik di dunia ini sesama manusia maupun di akhirat di hadapan Tuhan yang Maha Esa.

Berbeda dengan pertanggungjawaban didunia ini yang nisbi, sehingga masih ada kemungkinan manusia menghindarinya. Pertanggungjawaban di akhirat kelak adalah mutlak, dan samasekali tidak mungkin dihindari.

Pertanggungjawaban mutlak kepada Tuhan di akhirat itu bersifat pribadi sama sekali, sehingga tidak ada pembelaan, hubungan solidaritas, dan perlawanan. Sekalipun antar sesama teman, karib kerabat dan anak ibu bapak.

Semua itu mengindikasikan bahwa, setiap pribadi manusia, dalam hidupnya didunia ini mempunyai hak dasar untuk memilih dan menentukan sendiri perilaku moral dan etisnya, yang tanpa hak memilih ini tidaklah mungkin manusia dituntut pertanggungjawaban moral dan etis.

Karena hakikat dasar yang mulia inilah, maka manusia dinyatakan sebagai puncak segala makhluk Allah yang diciptakan olehnya dalam sebaik-baik ciptaan, yang menurut asalnya berharkat dan martabat yang setinggi tingginya. Karena Allah pun memuliakan anak cucu Adam ini, dan melindungi serta menanggungnya di daratan maupun di lautan.

Setiap pribadi manusia adalah berharga, seharga kemanusiaan sejagad. Maka barangsiapa merugikan seorang pribadi, seperti membunuhnya, tanpa alasan yang sah maka ia bagaikan merugikan seluruh umat manusia, dan barangsiapa berbuat baik kepada seseorang, seperti menolong hidupnya, maka ia bagaikan berbuat baik kepada seluruh umat manusia. Inilah alasannya mengapa setiap pribadi manusia harus berbuat baik kepada sesamanya, dengan memenuhi kewajiban diri pribadi terhadap pribadi yang lain, dan dengan menghormati hak-hak orang lain dalam suatu jalinan hubungan kemasyarakatan yang damai dan terbuka.

Salah satu ajaran agama yang sangat mendasar adalah tanggung jawab pribadi manusia kelak dihadapan Tuhan. Segi konsekuensial ajaran ini, adalah bahwa setiap orang mempunyai hak memilih jalan hidupnya dan tindakannya sendiri. Bahkan agama pun tidak boleh dipaksakan kepadanya. Hak yang amat asasi ini kemudian bercabang menjadi berbagai hak yang tidak boleh diingkari. Di antaranya ialah hak untuk menyatakan pendapat dan pikiran, ditambah dengan prinsip kesucian asal manusia (fitrah) yang membuatnya selalu berpotensi untuk benar dan baik (hanif), dengan akibat bahwa setiap orang mempunyai hak untuk didengar. Dan adanya hak setiap orang untuk didengar menghasilkan adanya kewajiban orang lain untuk mendengar.

Hak setiap orang untuk memilih dan menyatakan pendapat dan pikiran serta kewajiban setiap orang untuk mendengar pendapat dan pikiran orang lain ini membentuk inti ajaran agama tentang musyawarah, saling memberi isyarat tentang apa yang benar dan baik, bersifat resiprokal, timbal balik kedua pihak.

Berdasarkan pengakuan sejarah mutakhir, dari semua sistem ajaran khususnya agama yang secara sejati dilihat dari sudut semangat dan jiwa ajaran itu sendiri, Islam adalah agama yang paling dekat dengan segi-segi positif zaman modern. Ernest Gellner misalnya, mengatakan bahwa hanya islamlah dari semua agama yang ada yang esensi ajarannya sangat relevan dengan tuntutan segi positif modernitas, dan yang proses ke arah itu tidak harus ditempuh dengan melakukan kompromi dan mengalah kepada desakan desakan luar, tetapi justru dengan kembali saja ke asal dan mengembangkan nilai-nilai asasi sendiri.

"Hanya Islam bertahan hidup sebagai satu keyakinan serius yang meliputi baik tradisi besar maupun tradisi rakyat", begitu kata Ernest Gellner di dalam bukunya Muslim Society. "Tradisi yang besar dapat dibuat modern; dan pelaksanaan nya dapat diterapkan bukan sebagai sebuah inovasi atau konsesi kepada pihak luar, tetapi lebih sebagai kelanjutan dan penyempurnaan dialog lama di dalam Islam. Maka di Islam, dan hanya di dalam Islam, pemurnian/modernisasi di satu segi, dan penegasan ulang identitas lokal lama di sisi lain, dapat dilakukan dengan bahasa yang sama lewat serangkaian simbol".

Islam adalah agama yang sangat tinggi menjunjung hak-hak asasi manusia dalam inti ajarannya sendiri. Islam mengajarkan bahwa manusia adalah makhluk kebaikan (fitrah) yang berpembawaan-asal kebaikan dan kebenaran (hanif). Manusia adalah makhluk yang tertinggi (dibuat dalam sebaik-baik ciptaan), dan Allah memuliakan anak cucu Adam ini serta melindunginya di daratan maupun di lautan.

Jadi, agama mengajarkan bahwa masing-masing jiwa manusia mempunyai harkat dan martabat yang senilai dengan manusia sejagad. Masing-masing pribadi manusia mempunyai nilai kemanusiaan universal. Maka, kejahatan kepada seorang pribadi adalah sama dengan kejahatan kepada manusia sejagad, dan kebaikan kepada seorang pribadi adalah sama dengan kebaikan kepada manusia sejagad. Inilah dasar yang amat tegas dan tandas bagi pandangan kewajiban manusia untuk menghormati sesamanya dengan hak-hak asasinya yang sah.

Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar