Sejarah dan Model Penulisan Sirah Nabawiyah
Ditulis pada: Maret 26, 2022
KULIAHALISLAM.COM - Selain nama ‘Sirah’, ada satu nama lagi yang terkenal untuk menyebut sebuah ilmu yang membahas sejarah hidup Rasulullah ShallalLâhu `alaihi wa Sallama beserta para sahabatnya.
Yaitu ‘Maghâzi’ yang sangat erat maknanya dengan peperangan. Mengingat secara konten banyak berisi tentang sebentuk jihad memerangi kaum kuffar yang memerangi umat Islam. Ditambah dengan konten lain seperti berbagai aspek dan cerita kehidupan Nabi ShallalLâhu `alaihi wa Sallama, juga para sahabatnya.
Contoh kitab Sirah Nabawiyah |
Oleh karenanya, sirah dan maghazi sering disamakan maknanya oleh para ulama. Ibnu Katsir misalnya mengatakan “Ibnu Ishaq menyebutkan hal tersebut dalam ‘Al-Maghazi’…” (al-Bidâyah wa al-Nihâyah 5/567). Sementara sangat masyhur bahwa kitab milik Ibnu Ishaq menggunakan judul ‘Sirah’.
Sementara kata ‘sirah’ sendiri sudah digunakan pada masa Imam Zuhri (w. 124 H). Dalam kitab al-Aghâni Abul Faraj Al-Ashfahani menukil sebuah dialog yang terjadi antara Khalid bin Abdullah al-Qasri dengan Imam Zuhri.
Dalam dialog tersebut, Khalid al-Qasri berkata, “Wahai Imam Zuhri, tulislah ‘sirah’ untuk saya”. Maklumat ini dicantumkan oleh Jones Marsden dalam tahkiknya terhadap al-Maghâzi karya al-Waqidi.
Sejarah Penulisan Sirah Nabawiyah Pada Masa Awal Islam
Dahulu orang Arab belum mengenal sirah sebagai sebuah disiplin ilmu. Segala peristiwa yang terjadi pada masa itu seperti kisah Ka`bah, Sumur Zamzam, Bendungan Ma’rib sampai kisah leluhur bangsa Arab diceritakan antar generasi mengandalkan penuturan lisan ke lisan.
Diutusnya Nabi Muhammad ShallalLâhu `alaihi wa Sallama kepada para sahabat, menimbulkan sebuah gerakan keilmuan baru. Selain menukil ajaran yang Beliau ShallalLâhu `alaihi wa Sallama sampaikan dengan lisan, perbuatan dan ketetapan yang dikenal dengan istilah al-Sunnah.
Para sahabat juga menukil segala hal tentang Beliau ShallalLâhu `alaihi wa Sallama mulai dari kisah kelahiran, pribadi dan segala peristiwa yang terjadi pada Beliau ShallalLâhu `alaihi wa Sallama.
Pada masa tabiin dan seterusnya, muncul beberapa ulama yang juga menjadi spesialis di bidang penulisan sirah dan maghazi, di antaranya (berdasarkan urutan tahun wafat):
- Urwah -putra Zubair bin Awwam- (w. 94 H). Bisa dibilang Urwah merupakan ‘guru besar’ sirah sekaligus rujukan utama bagi para sejarawan besar muslim sekaliber Ibn Ishaq dan al-Waqidi.
- Aban -putra Khalifah Utsman bin Affan- (w. 105 H)
- Wahb bin Munabbih (w. 110 H). Di kota Hiedelberg (Jerman) terdapat sepotong naskah kitab maghazi karya beliau.
- Syurahbil bin Sa`d (w. 123 H)
- Ibnu Syihab al-Zuhri (Imam Zuhri dalam cerita di atas) (w. 124 H)
- `Ashim bin `Amir bin Qatadah (w. 120 H)
- Abdullah bin Abu Bakr bin Hazm (w. 135 H)
- Musa bin Uqbah (w. 141 H)
- Ma`mar bin Rasyid (w. 150 H)
- Muhammad bin Ishaq -penulis kitab sirah terkenal- (w. 152 H)
- Ziyad al-Baka’i (w. 183 H)
- Al-Waqidi -penulis kitab maghazi terkenal- (w. 207 H)
- Ibnu Hisyam -penulis kitab sirah, meringkas kitab sirah Ibn Ishaq- (w. 218 H)
- Muhammad bin Sa`d -penulis kitab thabaqat/biografi sahabat dan generasi setelahnya yang terkenal- (w. 230 H)
Model Penulisan Kitab Sirah Nabawiyah
Pertama: adalah penulis yang tidak lepas terlalu jauh dari kitab-kitab sirah generasi awal di atas seperti al-Suhaili (w. 581 H) yang mensyarah kitab Sirah Ibn Hisyam.
Kedua: meskipun tentu tetap bersandar kepada kitab-kitab di atas, namun penulisnya mengolah kembali penulisannya untuk disajikan sebagai sebuah kitab baru.
Seperti yang dilakukan oleh Ibnu Faris –ahli bahasa- (w. 395 H), Ibnu Sayyid al-Nas (w. 734 H) dalam `Uyûnu’l Âtsâr, Muhammad bin Yusuf al-Shalihi (w. 942 H) dalam Subulu’l Hudâ wa al-Rasyâd dan sebagainya.
Cara penyajian sirah pun bermacam-macam, di antaranya:
- Mengikuti model konvensional para pendahulu dengan memaparkan kisah hidup Rasulullah ShallalLâhu `alaihi wa Sallama mulai dari kelahiran sampai kembali dipanggil oleh Allah. Seperti Sirah Ibn Hisyam misalnya.
- Menggabungkan antara sirah nabawiyah dengan sejarah umat Islam secara umum bahkan sejarah alam raya. Seperti yang dilakukan oleh Imam Thabari (w. 310 H) dalam Al-Târîkh-nya yang terkenal, Izzuddin Ibnu al-Atsir (w. 630 H) dalam al-Kâmil fi al-Târikh dan lainnya.
- Menyajikannya dalam bentuk syi`r seperti yang dilakukan oleh al-Iraqi (806 H) dalam Alfiyah Sirah-nya.
- Meringkas dan memfokuskan pada satu aspek yaitu episode kelahiran Nabi ShallalLâhu `alaihi wa Sallama dan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada waktu itu, masa kanak-kanak, remaja sampai menerima wahyu pertama. Juga ditambah dengan paparan mengenai kepribadian Beliau ShallalLâhu `alaihi wa Sallama yang indah. Kitab sirah dengan model penulisan seperti ini di kalangan para ulama biasanya disebut dengan kitab ‘Maulid’. Seperti yang ditulis oleh para ahli hadis seperti Ibnu Katsir, Ibnu Nashiruddin dan al-Iraqi.
Demikian selayang pandang penulisan sirah nabawiyah, semoga bermanfaat.
Rujukan:
- Haji Khalifah, Kasyf al-Zhunûn `an Asâmî al-Kutub wa al-Funûn, Maktabah al-Mutsanna, Baghdad, 1941 H
- Ibnu Hisyam, al-Sîrah al-Nabawiyyah, ed. Musthafa al-Saqa dkk, al-Hai’ah al-`Ammah li Qushûr al-Tsaqâfah, Kairo, 2012 M (Qism Dirasah)
- Ibnu Katsir, al-Bidâyah wa al-Nihâyah, ed. Abdullah al-Turki, Dâr Hajar, cet. I, 1418 H/1997 M
- Muhammad bin Umar al-Waqidi, al-Maghâzî, ed. Jones Marsden, Dâr al-A`lami, Beirut, cet. III, 1409 H/1989 M (Qism Dirasah)
Penulis: Ustadz Musa Al Azhar, Lc*
*Mahasiswa Pasca-Sarjana Jurusan Hadis dan Ilmu Hadis, Fakultas Ushuluddin, Universitas al-Azhar, Mesir | Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PCIM Kairo-Mesir.