Skip to main content

Pengertian Harta Waris dan Sebab-Sebab Seseorang Mendapatkan Harta Waris


Pengertian Harta Waris

Harta waris atau harta warisan adalah harta benda yang ditinggalkan orang yang telah wafat (pewaris) untuk diberikan kepada ahli warisnya. Terkait harta bendanya, bisa berupa aset bergerak seperti mobil, deposito, logam mulia, hingga uang. Atau bisa juga aset tidak bergerak, misalnya rumah, tanah, ruko, dan bangunan lainnya. Namun perlu diketahui juga, bahwa utang atau kewajiban sang pewaris juga dikategorikan sebagai harta warisan.

Pada hukum Islam tentang harta warisan mengatur bahwa jumlah yang diterima laki-laki adalah dua kali jumlah yang diterima perempuan. Hal ini merujuk pada ketentuan yang sudah tertulis dalam Alquran, surat An-Nisa ayat 11 yang berbunyi:

يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلَادِكُمْ ۖ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنْثَيَيْنِ ۚ فَإِنْ كُنَّ نِسَاءً فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ ۖ وَإِنْ كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُ ۚ وَلِأَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِنْ كَانَ لَهُ وَلَدٌ ۚ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ وَلَدٌ وَوَرِثَهُ أَبَوَاهُ فَلِأُمِّهِ الثُّلُثُ ۚ فَإِنْ كَانَ لَهُ إِخْوَةٌ فَلِأُمِّهِ السُّدُسُ ۚ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِي بِهَا أَوْ دَيْنٍ ۗ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ لَا تَدْرُونَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا ۚ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا


Artinya : Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. 

Hal-Hal Yang Wajib Ditunaikan Harta Waris    

Tafsir dari ayat di atas, jelas artinya bahwa harta warisan dibagikan jika memang orang yang wafat meninggalkan harta yang berguna bagi orang lain. Namun, sebelum harta warisan itu diberikan kepada ahli waris, ada tiga hal yang terlebih dahulu mesti dikeluarkan sebagai peninggalan dari mayit, yakni:

  • Segala biaya yang berkaitan dengan proses pemakaman jenazah
  • Wasiat dari orang yang meninggal
  • Utang piutang sang mayit

Ketika tiga hal di atas telah terpenuhi, selanjutnya pembagian harta warisan bisa dilakukan kepada ahli waris yang berhak.

Mengutip Pengadilan Agama Jakarta Timur, hukum kewarisan sebagai salah satu bagian dari hukum kekeluargaan (al-ahwalus syahsiyah) sangat penting dipelajari agar dalam pelaksanaannya tidak terjadi kesalahan dan dapat dilaksanakan dengan seadil-adilnya.

Pasalnya, dengan mempelajari hukum kewarisan Islam maka ahli waris dapat menunaikan hak-hak yang berkenaan dengan harta warisan setelah ditinggalkan oleh muwarris atau pewaris, dan disampaikan kepada ahli waris yang berhak untuk menerimanya. Lebih jauh, hal ini juga ditegaskan Rasulullah SAW, “Belajarlah Al-Qur’an dan ajarkanlah kepada manusia, dan belajarlah faraidh dan ajarkanlah kepada manusia, karena sesungguhnya aku seorang yang akan mati, dan ilmu akan terangkat, dan bisa jadi akan ada dua orang berselisih, tetapi tak akan mereka bertemu seorang yang akan mengabarkannya (HR. Ahmad Turmudzi dan an-Nasa’i)”.

Sebab-Sebab Seseorang Mendapatkan Harta Waris

Segala sesuatu pasti ada sebabnya, begitu pula dalam perolehan harta waris. Harus ada sebab antara si mayit dengan ahli warisnya. Jika ada sebab, maka dia mewarisi dan jika tidak ada sebab maka bukan termasuk ahli waris. Adapun sebab-sebab tersebut adalah sebagai berikut:

Adanya Hubungan Kerabat Antara Keduanya

Sebab pertama seorang berhak mendapat harta waris dari si mayit, adalah adanya hubungan kerabat antara si mayit dengan orang tersebut, maka ayah dan ibu berhak mendapatkan harta waris jika anaknya meninggal. Karena mereka berdua adalah kerabatnya, yaitu orang tuanya, begitu pula sebaliknya sang anak berhak mewarisi harta orang tuanya karena dia adalah anaknya, dan begitu seterusnya. Kesimpulannya bahwa kerabat adalah ayah, ibu dan siapapun yang ada hubungan dengan mayit lewat keduanya seperti saudara, paman, dan lain-lain. Begitu pula anak laki-laki atau perempuan dan siapapun yang ada hubungan kerabat dengan mayit lewat mereka. Seperti cucu, cicit dari anak laki-laki, dan lain-lain.

Adanya Hubungan Suami Istri Antara Keduanya

Sebab yang kedua seorang mendapat harta waris dari si mayit adalah adanya hubungan suami istri antara keduanya, baik yang meninggal sang suami maupun sang istri. Asalkan akad nikahnya sesuai dengan prosedur agama dan dianggap sah walaupun keduanya tidak atau belum melakukan hubungan intim, maka keduanya saling mewarisi. Lain halnya jika akad nikahnya dianggap tidak sah oleh agama misalnya perkawinan tanpa wali, tanpa saksi atau kawin mut’ah. Maka keduanya tidak saling mewarisi.

Apakah Istri Yang Dicerai Berhak Mendapat Harta Waris dari Mantan Suaminya?

Jika seorang suami menceraikan istrinya lalu sebelum selesai iddahnya, suami tersebut meninggal dunia, apakah istri itu berhak mendapat harta waris dari mantan suaminya ? Jawabannya diperinci sebagai berikut : jika tercerai dengan talak raj’i (mentalak istri dengan talak satu atau dua) lalu suami meninggal dunia sebelum sang istri selesai dari iddahnya, maka istri tersebut berhak mendapat harta waris dari mantan suaminya. Dan jika suaminya meninggal setelah si istri selesai melaksanakan iddah atau sang istri di talak dengan talak bain sughroh maupun kubro (talak satu atau dua tapi selesai iddahnya begitu pula jika dicerai sebelum disetubuhi,atau diceraikan dengan cara talak khulu’ (dengan imbalan), maka istri tersebut tidak berhak mendapatkan harta waris dari mantan suaminya.

Adanya Hubungan Wala’ Antara Keduanya

Sebab yang ketiga seseorang berhak mendapatkan harta waris adalah adanya hubungan wala’ antara keduanya. Yang dimaksudkan dengan wala’ di sini adalah seseorang berhak mendapatkan asobahnya si mayit karena dia adalah bekas tuan dari si mayit yang pernah dia merdekakan. Maka jika ada bekas hamba sahaya meninggal dunia tanpa meninggalkan seorang ahli warispun, atau meninggalkan ahli waris akan tetapi termasuk ahli furud (ahli waris yang berhak mendapatkan   harta   waris   secara   fard)   maka   agama memutuskan semua harta warisnya atau sisa pengambilan ahli furud diberikan kepada mantan tuannya tersebut sebagai balas jasa atas kebaikannya terhadap bekas budaknya itu dengan memerdekakannya.

Siapa sajakah yang termasuk ahli waris ?

Saat seorang mayit telah meninggal dunia, tentunya ada para ahli waris yang ditinggalkan dan mendapatkan harta mayit. Siapakah para ahli waris tersebut ? Ahli waris itu terbagi menjadi 2 bagian :

A. Ahli Waris Dari Kaum Laki-Laki

Jumlah ahli waris laki-laki ada 15 golongan. Maka laki-laki kerabat mayit yang bukan termasuk dari 15 golongan di bawah ini tidak berhak mendapatkan harta waris. Sedangkan mereka itu adalah sebagai berikut:

1. Anak laki-laki.

2. Cucu laki-laki dari anak laki-laki, serta anaknya dan seterusnya.

3. Ayah.

4. Kakek (ayahnya ayah) serta ayahnya dan seterusnya.

5. Saudara laki laki kandung .

6. Saudara laki laki seayah.

7. Saudara laki laki seibu.

8. Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung (keponakan laki-laki) serta anaknya dan seterusnya.

9. Anak laki-laki dari saudara seayah serta anaknya dan seterusnya, adapun keponakan perempuan dari pihak     manapun bukan termasuk ahli waris.

10. Paman kandung (saudara ayah sekandung).

11. Paman seayah (saudara ayah seayah) adapun paman seibu / saudara ayah seibu bukan termasuk ahli waris.

12. Anak paman kandung (misanan dan paman kandung). Serta anaknya dan seterusnya.

13. Anak paman seayah (misanan dari paman seayah) serta anaknya dan seterusnya.

14. Suami.

15. Tuan yang membebaskan budaknya.

Maka laki-laki selain yang disebut di atas bukan termasuk ahli waris.

B. Ahli Waris Dari Kaum Wanita

Adapun jumlah wanita yang berhak menjadi ahli waris ada 10 golongan. Mereka adalah yang di sebut di bawah ini:

1. Anak perempuan

2. Cucu perempuan dari anak laki-laki, dan seterusnya. Adapun cucu perempuan atau laki-laki dari anak perempuan bukan termasuk ahli waris.

3. Ibu.

4. Nenek dari ibu, serta ibunya dan seterusnya.

5. Nenek dari ayah, serta ibunya dan seterusnya.

6. Saudara perempuan sekandung.

7. Saudara perempuan seayah.

8. Saudara perempuan seibu.

9. Istri.

10. Seorang tuan wanita yang membebaskan budaknya.

Macam-Macam Ahli Waris

Macam-macam ahli waris ada 25 ahli waris tersebut terbagi menjadi 3 bagian, yaitu:

  • Mereka yang berhak mendapatkan harta waris dengan cara fard, yaitu semua ahli waris wanita selain tuan wanita yang membebaskan budaknya. 
  • Mereka yang berhak mendapatkan harta waris dengan cara ashabah. Yaitu semua ahli waris laki-laki selain suami, saudara seibu. 
  • Mereka yang berhak mendapatkan harta waris dengan cara fard sekaligus dengan cara ashabah. Yaitu ayah dan kakek jika bersama fara’ waris perempuan dan ada sisa harta.

Berikut yang berhak mendapatkan harta waris dengan cara Fard dan Ashabah:

Cara Fard

1. Anak perempuan.
2. Cucu perempuan dari anak laki-laki.
3. Ibu.
4. Nenek dari ibu.
5. Nenek dari ayah.
6. Saudari perempuan sekandung.
7. Saudari perempuan seayah.
8. Saudari perempuan seibu.
9. Suami.
10. Istri.
11. Saudara seibu.

Cara Ashabah

1. Anak laki-laki.
2. Cucu laki-laki.
3. Ayah.
4. Kakek.
5. Saudara kandung.
6. Saudara seayah.
7. Anak saudara kandung.
8. Anak saudara seayah.
9. Paman kandung (saudara ayah kandung).
10. Paman seayah (saudara ayah seayah).
11. Anak paman kandung.
12. Anak paman seayah.
13. Tuan laki-laki.
14. Tuan perempuan.

Cara Fard Sekaligus dengan Cara Ashabah

Yaitu ayah dan kakek jika bersama fara’ waris perempuan dan ada sisa harta.
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar