Sejarah Tasawuf dan Perkembanganya Hari Ini
Ditulis pada: Februari 15, 2022
KULIAHALISLAM.COM - Arti tasawuf dan asal katanya masih menjadi perdebatan diantara ahli-ahli bahasa. Ada yang berpendapat bahwa perkataan ini diambil dari perkataan shifa', artinya suci bersih ibarat kaca.
Ada juga yang berpendapat berasal dari perkataan shuf, artinya bulu binatang. Sebab, orang-orang yang memasuki tasawuf ini memakai baju dari bulu binatang, mereka benci pakaian yang indah-indah atau pakaian “orang dunia” ini.
Dan kata setengahnya diambil dari kaum shuffah, segolongan sahabat-sahabat Nabi yang menyisihkan dirinya di suatu tempat terpencil di samping masjid Nabi. Kata setengahnya pula dari perkataan shufanah, ialah sebangsa kayu yang mersik tumbuh di padang pasir tanah Arab.
Tetapi setengah ahli bahasa dan riwayat terutama di zaman yang akhir ini mengatakan bahwa kata Sufi itu bukanlah bahasa Arab, tetapi bahasa Yunani kuno yang telah di-Arab-kan. Asalnya theosofie, artinya “ilmu keTuhanan”, kemudian di Arab-kan dan diucapkan dengan lidah orang Arab sehingga berubah menjadi tasawuf.
Syekhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, adanya bermacam-macam pendapat tentang makna sufi menunjukkan kerancuannya pula dalam pengertiannya secara bahasa. Apabila sufi diambil dari kata syafa'u (jernih) maka akan jauh sekali dari segi bahasa kalau diambil dari kata ash-shafa'u maka akan menjadi syafaiyah atau syafawiyah.
Kemudian beliau merajihkan bahwa sufi dinisbatkan kepada pemakai kain wol atau memakai baju dari bulu binatang, karena kezuhudannya. Dan inilah pendapat yang benar. Dalam perjalanan sejarahnya tasawuf senantiasa mengalami perkembangan.
Asal-usul maupun pokok pemikirannya, para ulama terbagi menjadi beberapa pendapat, yang mana akan kami rinci dalam setiap tingkatan.
Golongan Pertama
Yaitu kelompok yang terkenal dengan kezuhudan dan kejujuran, menjauhkan diri dari hiruk-pikuk dunia dan penyimpangan perilaku dalam ibadah seperti yang dicontohkan oleh generasi awal Islam, yaitu Rasulullah dan para sahabatnya.
Bahkan menyelisihi orang-orang yang hidup dengan bergelimang kemewahan. Mereka berpegang teguh kepada akidah dan menyeru kepada Al-Qur'an dan Sunnah.
Golongan Kedua
Pada golongan kedua inilah istilah zuhud mulai diselewengkan kepada amalan-amalan batiniyah, seperti zuhud mulai bergeser dari bentuk amal dan akhlak kepada bentuk perenungan, kajian, ilmu kalam, sehingga munculah istilah-istilah baru seperti: wihdah, ittihad, fana, hulul, sakr dan lain-lain. Tokoh-tokoh penting dari kelompok ini antara lain: Abu Yazid Al Bustomi, Dzu Nun, Al Hallaj, Abu Sa'id Al Khazar dan lain lain.
Golongan Ketiga
Pada tahap perkembangan yang ketiga ini tasawuf mulai didominasi oleh pemikiran filsafat Yunani, pemikiran Hulul mulai berkembang, demikian juga dengan Wahdatul Wujud yaitu pendapat yang mengatakan bahwa semua yang wujud adalah Al Haq sedangkan yang haq itu adalah Allah. Tokoh terkemuka dari marhalah ini adalah Al Hallaj, As Sahrurady, Ibnu Arabi, Ibnu Farid dan Ibnu Sabi'in.
Maksud Tasawuf Pada Mulanya
Bila disebut nama kaum Sufi, terutama di negeri kita ini, teringatlah kita kepada tarekat, misalnya: Tarekat Naqsyabandiyah, Syaziliyah, Samaniyah, dan tarekat Haji Raloppo di tanah Bugis. Bila kita pelajari tarekat yang ada di sini, kelihatanlah mempunyai peraturan sendiri-sendiri.
Padahal pada asalnya tasawuf itu tidaklah mempunyai peraturan tertentu yang tidak boleh diubah-ubah. Yang sebetulnya, tasawuf itu adalah menempuh kemajuan juga. Dia adalah semacam filsafat yang muncul kemudian setelah zaman Nabi, yang maju mundur menilik keadaan zaman dan keadaan negeri.
Dalam buku tasawuf modern, Buya Hamka mendefinisikan tasawuf adalah "sekelompok orang yang hendak zuhud dari dunia yang fana." Dia juga mengutip perkataan Ibnu Khaldun bahwa, tasawuf adalah semacam ilmu syariah yang timbul di dalam agama.
Awalnya tekun beribadah dan memutuskan pertalian dengan segala selain Allah, hanya mengharap Allah semata. Menolak hiasan-hiasan dunia serta membenci perkara-perkara yang selalu memperdaya orang banyak, kelezatan harta benda dan kemegahan. Dan menyendiri menuju jalan Tuhan dalam khalwat dan ibadah.
Junaid berkata, "Tasawuf ialah keluar dari Budi perangai yang tercela dan masuk kepada Budi perangai yang terpuji."
Takala kerajaan Islam bertambah besar pemeluk agama Islam bertambah tersiar keluar tanah Arab, bertumbuhlah dia dengan bangsa-bangsa agama-agama serta pemikiran-pemikiran baru. Masuklah paham filsafat ke dalam dunia Islam dan suburlah ahli pikir mu'tazilah dan mulailah timbul kaum tasawuf itu.
Ketika itu kemajuan telah menyebabkan bingung. Kekayaan bertimbun masuk ke dalam dunia Islam, kehidupan sangat megah sehingga mahar Al Ma'mun kepada bauran anak wazirnya saja lebih satu miliar dinar. Di samping itu dalam majelis istana terjadi bantahan ahli-ahli pikir tentang ketuhanan, Apakah Tuhan menakdirkan juga kejahatan manusia.
Tentang manusia sendiri apakah dia masih tetap Islam kalau sekiranya dia mengerjakan dosa besar. Tentang Alquran apakah dia hadis atau qodim, dan lain-lain sebagainya. Sehingga kadang-kadang dapat menimbulkan sengketa dan perdebatan menyebabkan lalai mengerjakan Ibadah.
Tentu saja timbul golongan yang merasa bosan melihat hal itu, lalu menyisihkan diri. Iya menjauhkan diri dari orang-orang dunia, dari orang yang katanya pintar tapi telah melampaui kepintaran, atau orang yang dilalaikan oleh hartanya.
Maksud tasawuf pada mula-mula timbulnya adalah suci, yaitu hendak memperbaiki budi pekerti, sebagaimana kata Junaid yang kita sampaikan di atas.
Pada hakikatnya kita semua bisa menjadi sufi, tidak perlu memakai pakaian tertentu atau bendera tertentu atau berkhalwat sekian hari lamanya di dalam kamar atau dalam hutan. Yang kita butuhkan hanya merenung dan mendekat kepada Allah dan memperbaiki budi pekerti atau akhlak.
Oleh : Naufal Abdul Afif