Muhammadiyah Bukan Soal Plang Nama
Ditulis pada: Februari 28, 2022
Polemik pencopotan plang Muhammadiyah di Banyuwangi (Sumber gambar: tangkapan layar Kanal YouTube TVOne) |
KULIAHALISLAM.COM - Mengenai pencopotan plang nama sebuah Amal Usaha Muhammadiyah (AUM), cukup membuat para warganet Muhammadiyah geram. Kejadian ini terjadi di daerah Jawa Timur, yang mungkin juga duduk perkaranya kita sendiri masih kurang memahami. Sehingga menimbulkan komentar beragam dari netizen, yang bisa jadi tak sesuai dengan kejadian di lapangan.
Terlepas dari masalah tersebut, tentunya kejadian semacam ini sering dialami Muhammadiyah. Bahkan pada awal KH. Ahmad Dahlan mendirikan Langgar Kidoel pun sudah terdapat penolakan. Namun Kiai Dahlan tak menyerah dalam bergerak, ia tetap teguh pada pendiriannya. Hingga lahirlah Persyarikatan Muhammadiyah dari inisiasi, serta jalan amal yang ia pilih.
Muhammadiyah, sebuah organisasi yang cukup dewasa, serta matang dalam menghadapi berbagai dinamika yang ada pada bangsa. Maka, penyopotan plang AUM adalah hal yang tidak akan membuat Muhammadiyah rendah, apalagi hilang. Justru dari kejadian-kejadian seperti itu akan menjadikan Muhammadiyah menjadi lebih dari sekadar papan nama. Sebagaimana yang kita ketahui, plang nama Muhammadiyah bahkan sudah mendunia.
Dari situlah, warga Muhammadiyah akan lebih termotivasi untuk memperluas dakwahnya. Tak hanya di Indonesia saja, sekolah-sekolah Muhammadiyah pun berdiri diberbagai negara. Sebagai bukti nyata, Muhammadiyah diterima dan mampu beradaptasi dengan berbagai budaya, dan juga kondisi sosial masyarakat.
Muhammadiyah yakin, bahwa memberikan manfaat melalui berbuat adalah cara terbaik dalam mengaplikasikan keimanan. Dakwah sosial dilakukan sebagaimana sejak Kiai Dahlan ajarkan, bukan soal keyakinan dalam menyembah Tuhan. Namun seperti apa kita dalam beradab terhadap sesama, karena sejatinya Muhammadiyah bukan agama.
Maka jika terdapat penolakan akan hadirnya Muhammadiyah, mungkin bukan karena soal keyakinan, namun karena faktor kebencian. Jangan sampai kebencian kita terhadap orang lain, mengalahkan kecintaan kita pada diri kita sendiri.
Seperti itu kiranya perumpamaan yang dapat digambarkan. Muhammadiyah adalah organisasi pembangun, pembangun peradaban, pembangun sekolah, rumah sakit, dan lainnya. Serta pembangun pondasi kebangsaan yang bernama Pancasila, dimana tokoh-tokohnya turut merumuskan Dasar Negara tersebut.
Jadi ketika bangunannya diambil, dicopot, bahkan dirobohkan sekalipun. Muhammadiyah akan kembali membangun, membangun dengan uangnya sendiri tanpa meminta sana-sini. Meski hanya melalui 'urunan', berdirilah berbagai macam bangunan, termasuk bangunan keimanan yang ada pada diri para warganya.
Moderasi beragama yang dilakukan Muhammadiyah lah yang mampu melahirkan berbagai AUM tersebut, ia mandiri, bahkan ia mampu memberi kepada Negeri tanpa mengharap kembali. Maka Muhammadiyah bukan hanya soal plang nama, tanpa papan nama pun Muhammadiyah tak akan berhenti dalam membangun bangsa.
Sehingga dari berbagai kejadian-kejadian dari penolakan pendirian AUM, perebutan AUM, bahkan hanya soal plang nama pun, tak akan mempengaruhi keteguhan Muhammadiyah terhadap niat dari asal mula ia didirikan di Kauman 109 tahun silam. Maka hal yang perlu kita lakukan adalah merawat AUM yang sudah ada, dari mulai menjaga kebersihannya hingga tetap menjaga syiarnya.
Bukan kita panik ketika ada masalah, namun keseharian kita tak sempat membersihkannya. Jadi, mari berhenti menuduh bahkan menyalahkan dari berbagai kejadian yang terjadi, kita muhasabah diri, akankah kita sudah rajin memakmurkan AUM kita. Karena menjaga, merawat, membersihkan ketika berdebu adalah salah satu cara kita bangga dalam Bermuhammadiyah.
Muhammadiyah bukan soal plang nama, Muhammadiyah berderma, berdakwah melalui perilaku sosialnya. Muhammadiyah hadir karena rasa cintanya pada bumi pertiwi, serta pengaplikasian keimanan secara nyata terhadap kehidupan. Mungkin begitulah kiranya, kita perlu mengambil hikmah dari setiap kejadian. Tanpa saling menyalahkan, tanpa saling menyangkakan keburukan.
Oleh: Hendra Hari Wahyudi