Sekte Assassin Pasukan Teror dari Lembah Alamut
Ditulis pada: Januari 25, 2022
Assassin dikenal luas dalam masyarakat Indonesia sebagai nama dalam video-video game atau film-film produksi dari Barat. Istilah Assassin berasal dari bahasa Arab yaitu “Hasyasyiin” yang berarti “Pencandu Ganja”. Nama ini diberikan oleh pasukan salib terhadap sekte Nizar dari kalangan Syiah beraliran Ismailiyah ketika sekte ini menunjukan militansinya yang luar biasa.
Pemimpin pertama gerakan ini adalah Hassan bin Sabbah. Hassan bin Sabbah merupakan propagandis Syiah beraliran Ismailiyah yang berasal dari Suriah. Pada tahun 479 H/1086 Masehi dia berangkat ke Mesir saat Mesir dikuasai Daulah Fatimiyah yang bermazhab Syiah. Kemudian dia menuju ke Persia (Iran) dengan membawa misi atas nama Nizar untuk menyebarkan paham Syiah beraliran Ismailiyah.
Nizar merupakan penganut paham Syiah Ismailiyah yang berambisi menjadi Pemimpin Daulah Fatimiyah. Nama “Ismailiyah” dinisbatkan pada putra Imam Ja’far Shadiq. Menurut paham mereka, setelah Imam Ja’far Shadiq yang menjadi Imam adalah Ismail.
Menurut Prof. Dr. Ahmad Shalaby dalam bukunya “Sejarah dan Kebudayaan Islam Jilid II” : Syiah beraliran Ismailiyah banyak terpengaruh pemikiran sesat. Pada tahun 487 H/1094 Masehi terjadi suatu kerusuhan dimana Nizar terdesak dan dihukum penjara oleh saudaranya yang menjadi penguasa Daulah Fatimiyah yaitu Khalifah al-Musta’li.
Setelah Nizar berhasil ditangkap Khalifah al-Musta’li, Hassan bin Sabbah melepaskan diri dari ikatan dengan Daulah Fatimiyah. Selanjutnya, Hassan bin Sabbah berhasil menguasai daratan tinggi Alamut, persisnya bagian Utara yang berdekatan dengan Laut Kaspia.
Dengan menjadikan Alamut sebagai pusat kegiatan politiknya, Hassan bin Sabbah berhasil memperluas kekuatannya ke beberapa suku yang tinggal di pegunungan Alamut. Dia membangun kekuasannya berdasarkan paham Syiah Ismailiyah.
Marco Polo pernah melintasi wilayah Alamut pada tahun 670 H/1271 Masehi dan meninggalkan catataan perjalannya tentang Assassin. Namun informasi yang berkembang di Maroko bahwa Marco Polo dengan penguasa Alamut sangatlah mustahil sebab perkampungan Alamut telah ditaklukan pasukan Mongol pada tahun 654 H/1256 M.
Sekte Assassin yang dipimpin oleh Hassan bin Sabbah pada saat itu dikenal oleh kalnagan Muslim dengan sebutan kaum Ta’limiyyah (orang-orang yang berpendidikan) dan Bathiniyah (pemilik kebenaran hakiki). Marco Polo memberikan gambaran tentang bagaimana gerakan Assassin mencipatakan kesetiaan di kalangan pengikutnya sebagai upaya menciptakan pribadi perusak dengan menggunakan sejenis ganja.
Mereka dikumpulkan di sebuah taman dengan diberikan minuman anggur, susu, madu, gadis cantik dan setelah itu mereka diberikan ganja. Dikatakan pada mereka, mereka akan memiliki hidangan surga seperti itu jika bersedia menjadi pengikut Assassin yang setia. Misi Assassin senantiasa erat dengan gerakan terorisme dan bersamaan itu mereka bertujuan menghancurkan musuh dengan cara membunuh tokoh-tokoh kunci politik.
Anggota gerakan Assassin menyusup ke kalangan musuh-musuhnya, bahkan mereka berhasil menyusup ke dalam tarekat-tarekat dan kalangan-kalangan guru agama. Ketika mereka sampai pada posisi yang aman, mereka segera membunuh sasaran dengan menggunakan belati. Mereka juga menggunakan tutup muka dalam melaksanakan teror dan tugas pembunuhan.
Di antara sejumlah korban pembunuhan sekte Assassin adalah Gubernur Dinasti Bani Saljuk di Turki bernama Nizam al-Muluk, mereka juga membunuh Al-Musta’li (penguasa Daulah Fatimiyah) yang membunuh Nizar. Tidak hanya itu, sekte Assassin juga membunuh dua orang Khalifah Dinasti Abbasiyah di Irak dan membunuh ratusan ribu tokoh politik lainnya di dunia Islam.
Selain itu, Assassin juga berhasil membunuh Raja Yerusalem bernama Conrad dari Montferrat. Sedangkan Salahuddin Al-Ayubi berhasil lolos dari rencana pembunuhan yang mereka lakukan. Melalui penanaman ideologi yang kuat di kalangan pengikutnya dan melalui program politik, maka keberadaan Assassin merupakan kerajaan rahasia di dalam suatu kerajaan.
Perkampungan mereka berpusat di Persia Utara dan Suriah tidak memungkinkan untuk diserang karena kecerdikan mereka memantau situasi. Sehingga musuh-musuhnya cenderung berkompromi daripada mengambil resiko kematian yang fatal.
Imam Al Ghazali turut serta memerangi ajaran sekte Assassin ini. Imam Fakruddin al-Razi mengecam mereka hingga pada akhirnya ia diancam dibunuh Assassin jika ia tidak menghentikan kecaman terhadap mereka.
Kekuatan Assassin berakhir ketika pasukan Mongol menyerang lembah Alamut pada tahun 654 H/1256 M. Sejarawan bernama Al-Juwaini berkata bahwa seluruh anggota gerakan Assassin dihancurkan bangsa Mongol.