Skip to main content

Hukum Mendatangi Dukun Ada 2, Apa Itu?

                                                                  http://saudi-tauhid-sunnah.blogspot.com/2013_05_01_archive.html

Hukum Mendatangi Dukun Ada 2, Apa Itu?


          Ada 2 dalil terkait dengan hukum mendatangi dukun atau peramal;

1.    Dalil Pertama

Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam bersabda;

مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَىْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاَةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً

“Barang siapa yang mendatangi peramal lalu menanyakan kepadanya sesuatu, maka shalatnya tidak diterima 40 hari.”[1]

2.    Dalil Kedua

Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam bersabda;

مَنْ أَتَى عَرَّافًا أَوْ كَاهِنًا فَصَدَّقَهُ فِيمَا يَقُولُ ، فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Barang siapa yang mendatangi peramal atau dukun lalu percaya dengan ucapannya maka ia telah kafir dengan apa yang turu kepada Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam.”[2]

Dari kedua hadits di atas dapat disimpulkan;

1.    Apabila mendatangi dukun dan tidak percaya ucapannya maka dosa besar serta tidak diterima shalatnya 40 hari,

2.    Sedangkan jika percaya ucapannya maka ia kafir. (lihat: Fiqh Ibadat, Syaikh Ibnu Utsaimin, hal.55-56)

Orang-orang yang membenarkan mereka atas pengakuan mereka dalam mengetahui hal-hal yang ghaib dan meyakininya, maka hukumnya sama seperti mereka, Dan setiap orang yang menerima perkara ini dari orang yang melakukannya, sesungguhnya Rasulullah _ berlepas diri dari mereka.

Seorang muslim tidak boleh tunduk dan percaya terhadap dugaan dan sangkaan bahwa cara seperti yang dilakukan itu sebagai suatu cara pengobatan, semisal tulisan Azimat-azimat yang mereka buat, atau cairan timah, dan berbagai cerita bohong yang mereka adakan. Semua ini adalah praktek- praktek pedukunan dan penipuan terhadap manusia, maka barang siapa yang rela menerima praktek-praktek tersebut tanpa menunjukkan sikap penolakannya, sesungguhnya ia telah ikut andil dalam  perbuatan batil dan kufur.

Oleh karena itu tidak dibenarkan seorang muslim pergi kepada dukun, tukang tenung, tukang sihir dan semisalnya, dan menanyakan kepada mereka hal-hal yang berhubungan dengan jodoh dan pernikahan anak atau saudaranya atau yang menyangkut hubungan suami-istri dan keluarga: tentang kecintaan, kesetiaan, perselisihan, dan perpecahan yang terjadi, dan lain sebagainya, karena  ini berhubungan dengan hal-hal yang ghaib yang tidak diketahui hakikatnya oleh siapapun kecuali Allah _. (Hukum Sihir dan Perdukunan, Syaikh Bin Baz, hal.7)






[1] (HR. Muslim, 5957)
[2] (HR. Ahmad (9532), Abu Ya’la (5408). Dishahihkan Al Albani)
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar